“Beragama berarti melaksanakan dua kebaikan, yaitu kebaikan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan kebaikan kepada manusia beserta alam semesta. Dengan kata lain, beragama tidak cukup hanya beribadah mahdhah misalnya rajin shalat menyembah kepada Allah sebata, namun beragama juga melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan di alam seresta ini. Ketika seseorang bershahadat dan mengakui Tuhan kemudian menyembah-Nya, maka di saat yang bersamaan dia juga harus menjalankan fungsi kemanusiaannya, yaitu bermuamalah dalam saling berinteraksi sesama manusia bahkan juga menjadi pemelihara dan peletari alam semesta ini”.
Keseimbangan dalam beragama, baik yang terkait dengan hubungan kepada Tuhan (hablun minallah) maupun yang tekait dengan hubungan kepada sesama manusia (hablun minnas) dan alam semesta (hablun minal alam), maka juga ada aspek-aspek yang secara antropologis terkait dengan manusia beragama harus mempunyai kepedulian menciptakan harmoni untuk hidup bersama dengan orang yang seagama maupun yang berbeda agama.
Karena beragama mempunyai dimensi-dimensi, maka ekspresi dalam menjalankan ajaran agama juga tidak sama persis antara madzhab satu dengan lainnya, daerah satu berbeda dengan lainnya, dan seseorang dengan orang lain juga mempunyai perbedaan.
Perbedaan menjadi rahmat yaitu menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Misalnya, seorang muslim yg bermadzhab syafii suatu saat tidak bisa melaksanakan wudlu dengan cara di madzhabnya saat dia harus menjaga suci untuk thowaf di masjidil haram. ketika thowaf, banyak jamaah yang bercampur antara laki dan perempuan sehingga kulit saling tertempel yang beda jenis. Maka batallah wudlunya. Saat terjadi situasi seperti itu, seorang yang bermadzhab syafii perlu untuk berpindah madzhab, misalnya berwudlu dengan cara di madzhab hambali. Jadi, perbedaan itu sangat indah jika satu orang dengan lainnya bisa saling memahami dan saling menghormati.