Ah. Shibghatullah Mujaddidi
Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin yang akan menjadi petunjuk bagi seluruh alam semesta ini. syari’at Islam atau agama Islam bukan agama yang hanya mengatur persoalan ibadah dan urusan keimanan semata. Dengan makna lain, syari’at Islam merupakan ajaran yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti memuat aturan atau ajaran dari semua aspek kehidupan baik persoalan habl min Allah maupun habl min an-nas. Sedangkan ke universalan syari’ah tampak jelas pada penerapan syari’ah yang dapat diterapkan dimana dan kapan saja, termasuk dalam urusan sosial dan ekonomi.
Syari’at juga disebut sebagai esensi dari ajaran Islam atau agama Islam yang dapat mengatur elemen-elemen penting seperti persoalan-persoalan ibadah, persoalan moralitas, persoalan hubungan interaksi sosial serta persoalan-persoalan pemenuhan kebutuhan. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, ajaran Islam menegaskan bahwa ekonomi ummat tidak akan terlepas dari nilai-nilai rububiyyah, akhlakiyyah dan ukhrawiyyah. Dalam makna lain ekonomi sangat erat dengan agama bahkan masuk dalam tatanan agama.Namun, hingga saat ini perdebatan persoalan hubungan agama (Syari’at Islam) dan ekonomi terus berlangsung. Kalangan sekuler memiliki anggapan bahwa agama tidak ada hubungannya dengan ekonomi, lebih ekstrim lagi ada yang mengatakan bahwa agama (Islam) menghambat lajunya perekonomian. Berbanding terbalik dengan pernyataan ekonom muslim justru menyatakan bahwa agama dan ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan, Jika mau di anologikan seperti seorang ayah dan anak, seorang ayah berperan untuk menuntun anaknya ke arah yang benar, begitupun dengan agama (Syari’at), Syari’at Islam sebagai penuntun aktivitas ekonomi agar aktivitas tersebut menjadi sesuatu yang sesuai dengan ajaran dan tujuan agama Islam (Maqasid as-Syari’ah).
Mindset sekuler hanya bertumpu pada pada kepentingan materialistik semata, oleh karena itu para penganut paham ini akan mencari harta kekayaan sebanyak-banyaknya, paham ini dipelopori oleh kapitalis dan sosialis. Paham kapitalis akan memberikan kebebasan bagi swasta atau pemilik modal untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan paham sosialis terlalu bebas memberikan peran kendali ekonomi kepada pemerintah. Kedua paham tersebut membangun sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai agama, keduanya memiliki pandangan bahwa urusan ekonomi merupakan ranah materialistik yang bersifat duniawi semata. Oleh karena itu, dalam ekonomi tidak ada intervensi nilai rububiyyah, ahlakiyyah dan ukhrawiyah.
Menakar Moderasi Beragama dalam Ekonomi Islam
Wasathiyyah atau moderasi sebagaimana yang dibicarakan selama ini merupakan cara pandang, sikap dan prilaku mengambil posisi ditengah-tengah, bertindak adil dan tidak tafrith (ektrem kanan) juga tidak ifrath (ektrem kiri) tidak hanya dalam urusan agama saja, bahkan nilai wasathiyah atau moderasi menjadi urgen dalam persoalan ekonomi umat. Sebagaimana ekonomi pada umumnya, aktivitas ekonomi Islam juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di belahan dunia ini baik dalam pemenuhan sandang, pangan dan papan, namun dalam kegiatan ekonomi, ekonomi Islam tidak bebas seperti aliran kapitalis dan sosialis. Ekonomi Islam memiliki nilai moderat yang menjadi pembeda dengan sistem ekonomi yang lainnya, diatara nilai-nilai moderasi dalam ekonomi Islam adalah:
- Ekonomi Islam atara pemenuhan kebutuhan sosial dan spritual
Tidak ada manusia yang terlahir ke dunia ini tanpa kebutuhan, setiap manusia memiliki kebutuhan yang wajib dipenuhi sebagai wasilah untuk hidup di dunia ini, namun untuk memenuhi tersebut manusia harus bekerja atau melakukan kegiatan ekonomi. Bekerja bukanlah hal yang hina didalam Islam, bahkan Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagai agama rahmat lil ‘alamin, Islam memberikan keseimbangan antara bekerja untuk kebutuhan sosial dan bermal untuk kebutuhan akhirat.
Dalam ayat ini nampak dengan jelas bagaimana sikap moderat seseorang dalam beniaga, bahwa ketika panggilan ibadah (berupa shalat jum’at) telah tiba maka seorang yang sedang mencari keuntungan dunia harus segera ditinggalkan demi mencapai keuntungan akhirat. Namun setelah selesai melaksanakan kewajiban ibadah ummat Islam boleh bertebaran dibelahan bumi untuk melaksankan urusan dunia.
- Pemenuhan kebutuhan individu dan masyarakat
Dalam ekonomi Islam seseorang diberikan kebebabasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun demikian kebebasan tersebut bukanlah bersandar kepada pemuasan nafsu belaka. Dalam ekonomi Islam, jika seseorang telah mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, maka juga memiliki kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, ekonomi Islam juga mengajarkan bagaimana harta kekayaan agar tidak menumpuk dikalangan orang-orang kaya semata. Meskipun demikian, dalam menginfaqkan harta seseorang tidak boleh terlalu berlebihan dan juga tidak boleh terlalu kikir.
- Bebas dan tanggungjawab
Pada diri manusia telah melekat nilai-nilai kebebasan, hal ini dikarenakan naluriah manusia yang telah dianugerahi akal dan fikiran, sehingga manusia bisa memilih antara yang baik dan yang buruk, antara mashlahah dan mafsadat. Dalam pandangan ushul fiqh manusia diberikan kebebasan untuk berkreasi pada kegiatan ekonominya, dalam hal ini Islam memberikan jalan seluas-luasnya untuk menciptakan atau menjalankan roda perekonomian ummat. Namun kebebasan tersebut memiliki batas selama tidak bertentangan dengan dalil-dalil (al-qur’an atau hadis) yang melarang aktivitas tersebut.
Artinya: hukum asal dalam mu’amalah (aktivitas ekonomi) adalah boleh sampai ada argumentasi yang melarang aktivitas tersebut
Dalam ekonomi Islam kebebasan merupakan fondasi dari nilai-nilai kemanusian serta kemulian manusia. Akan tetapi kebebasan seseorang dalam aktivitas ekonomi tidak bersifat mutlak tanpa batas melaikan dibatasi dengan syarat tidak bertentangan dengan sesuatu yang telah dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Manusia memiliki hak kebebasan untuk membuat keputusan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga dengan kebebasan tersebut menjadi modal utama bagi seseorang dapat mengoptimalkan potensi ekonominya.
Konsep kebebasan dalam ekonomi Islam jelas berbeda dengan kebebasan dalam pandangan kapitalis yang mengartikan kebebasan dengan kebebasan mutlak. Oleh karena itu ekonomi Islam memberikan kebebasan kepada individu serta memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja tanpa menafikan kemashlahatan dan kesejahteraan orang lain. Kebebasan dalam ekonomi Islam akan selalu berbarengangan dengan pertanggungjawaban. Pada dasarnya Islam memberikan kebebasan dan otonomi kepada setiap manusia untuk melakukan aktivitas ekonomi yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah di akhirat kelak.