Abdur Rouf Hasbullah
Ukhuwah Khattiyah merupakan istilah baru yang mempunyai tujuan besar yakni bagaimana para Khattath tidak hanya mampu menciptakan sebuah karya kaligrafi yang bagus, namun juga harus mampu menjaga persaudaraan dengan Khatthath yang lain. Dalam khat sendiri apabila dicari maknanya, maka khat tidak hanya mengajarkan menjadi manusia mandiri dan berkarakter yang dalam hal ini seperti kita menulis mufrodat, akan tetapi khat juga mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang selalu terbuka (inklusif) berteman dengan siapapun sebagaimana dalam khat ada istilah murokkab. Lebih jauh lagi khat juga mengajarkan bagaimana menyusun kalimat agar terlihat indah artinya sebagai manusia juga perlu untuk menjalin dengan komunitas yang lain meskipun itu berbeda pandangan, suku, agama atau kelompok. Sehingga apabila konsep ini dilakukan maka ukhuwah khatthiyah akan muncul di kalangan para kaligrafer.
Sementara itu, problemnya saat ini, masih banyak para Khatthath yang saling mengklaim metodenya yang paling bagus dan menyalahkan metode orang lain yang dianggap kurang baik. Bahkan banyak yang bertengkar hanya gara-gara rebutan garapan masjid atau proyek yang lain. Padahal dalam khat sendiri diajarkan nilai-nilai kebaikan yang ini mempunyai irisan dengan konsep moderasi beragama.
Dalam moderasi beragama sendiri setidaknya 9 kata kunci yang terdiri dari lima prinsip dasar ( kemanusiaan, kemashlahatan, keadilan, keberimbangan, dan ketaatan pada konstitusi) dan empat indikator (Komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap tradisi lokal). Maka untuk mengatasi problem sosial diatas, perlu untuk mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam menumbuhkan Ukhuwah Khatthiyah.
Komitmen Kebangsaan Berbasis Khat
Sebagai Warga Negara Indonesia, kesetiaan kepada Negara merupakan suatu hal yang sangat penting. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menjaga perdamaian dan persatuan ditengah-tengah Masyarakat merupakan kewajiban yang harus tertanam dalam diri warga negara sehingga akan muncul rasa cinta tanah air dan pengorbanan diri demi keutuhan bangsa.
Seorang Khatthath juga seharusnya mempunyai komitmen dan itikad untuk terus melestarikan keilmuan khat yang bersandar pada nilai ke Indonesiaan. Karena ilmu khat ini adalah salah satu identitas yang dimiliki oleh orang Islam. Di Tengah gempuran digital dan tekhnologi ini, banyak sekali umat islam yang sudah tidak memperdulikan tulisan arab untuk diajarkan ke generasi-generazi Z yang terkenal rapuh ini. bahkan banyak lulusan pesantren yang banyak belum bisa menulis arab dengan baik. Maka ini mejadi panggilan hati para pejuang khat untuk terus mentasarrufkan ilmunya kepada masyarakat seluas-luasnya baik melalui jalur akademik maupun non akademik .
Khat sebagai Pondasi Toleransi
Dalam dunia khat, banyak sekali aliran atau madzhab khat, termasuk perbedaan metode yang berimbas kepada saling merasa aliran dan metodenya yang bagus. Sementara menganggap aliran dan metode yang tidak sama dengan dirinya dianggap tidak benar.
Dalam belajar khat, dimulai dengan belajar Mufrodat, setiap huruf mempunyai irisan dengan huruf yang lain. Huruf bak mempunyai irisan dengan huruf sin, shod, tho’, dan fa’. Ini menunjukkan bahwa kita semua diciptakan oleh Allah Swt memiliki Karakter yang berbeda beda tetapi pasti ada kesamaan dengan yang lainnya. Seharusnya karakter dan potensi yang kita miliki inilah yang harus kita syukuri agar kita mampu bersikap untuk saling menghargai. Dengan begitu, maka sebelum kita mampu menghargai orang lain, sebaiknya hargai kita sendiri terlebih dahulu dengan terus belajar menjadi pribadi yang berkarakter baik.
Rekayasa Ruhani untuk Mencegah Kekerasan
Kekerasan dalam Islam jelas dilarang baik kekerasn fisik, materi maupun psikis karena itu bertentangan dengan konsep Maqaashid al-Syariah pada ranah hifdzu an-Nafs, hifdzu al-Maal dan hifdzu al-Aql. Bahkan dalam dakwah sendiri, Islam mengajarkan dengan penuh kasih syang dan kelembutan bukan dengan paksaan dan kekerasan.
Dalam Khat sendiri, kita sering mendengar maqolah dari Yaqut al-Musta’shimi : al Khatthu Handasatun Ruhaniyyatun Dzhaharat Bialatin Jismaniyyatin (khat itu arsitek Ruhani yang tampak dari alat-alat kebendaan). Ini menunjukkan bahwa ilmu khat juga selain mengajarkan nilai-nilai kebaikan juga secara tidak langsung ilmu khat mampu menjadikan penulisnya memiliki sifat-sifat terpuji dan berbudi pekerti yang baik. Karena dalam proses pembelajarannya, seorang murid harus menulis bentuk-bentuk huruf dengan penuh kelembutan dan kehati-hatian.
Penghargaan terhadap Budaya Lokal
Indonesia Kaya akan tradisi, budaya dan nilai. Permasalahannya masih banyak dari kita sebagai warga negara sudah mulai termakan virus globalisasi dan ajaran khurafat yang justru perlahan menjauhkan diri dari kecintaan pada budaya lokal. Padahal wali songo telah memberikan Pelajaran tentang pentingnya akulturasi antara budaya dan nilai-nilai Keislama, sehingga Dakwah islam saat itu semakin massif ditengah-tengah Masyarakat. Dan salah satu hal yang membuat Islam berkembang pesat adalah bagaimana umat Islam secara sadar selalu bersikap inklusif (terbuka) dengan siapapun. Sehingga tercipta ruang-ruang komunikasi yang baik dalam menjalin hubungan persaudaraan.
Terciptanya makna pesantren adalah salah satu Upaya ulama dulu dalam menciptakan akulturasi seni Islam yakni Khat dan bahasa Jawa. Tradisi ini terkenal dengan istilah huruf pegon yakni tulisannya menggunakan tulisan arab, sementara bahasanya menggunakan bahasa jawa.