Mu’tasim Billah, M.Pd.
Sikap intoleransi di masyarakat merujuk pada sikap negatif dan ketidakmenerimaan terhadap perbedaan, pandangan, kepercayaan, atau budaya orang lain. Ini bisa berarti bahwa seseorang atau sekelompok orang memiliki sikap yang tidak bersedia untuk memahami, menghormati, atau mengakui hak-hak individu atau kelompok lain yang mungkin berbeda dalam hal agama, ras, etnis, orientasi seksual, gender, atau faktor lainnya. Sikap intoleransi dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk diskriminasi, prasangka, kekerasan dan pelecehan, penolakan dialog, pengucilan sosial, memfitnah dan mencemarkan nama baik.
Sikap Intoleransi yang demikian dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada masyarakat, seperti memicu konflik, ketidakamanan, dan ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, promosi toleransi, pengertian, dan penghormatan terhadap perbedaan sangat penting dalam upaya membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan harmonis. Pendidikan, dialog antarbudaya, serta upaya untuk memahami perspektif dan pengalaman orang lain dapat membantu mengurangi sikap intoleransi dalam masyarakat.
Sebagai salah satu contoh kasus yang terjadi di dusun Ceccek desa Prenduan Sumenep Madura, berdirilah sebuah lembaga sosial kemasyarakatan yang diberi nama Yayasan Majelis Dzikir Nurut Tauhid. Yayasan ini berdiri sejak tahun 2017 yang dirintis oleh KH. Abdul Mannan dan merupakan satu-satunya majelis dzikir yang ada di desa tersebut, dimana tujuan utama adalah mengajak umat manusia untuk senantiasa berzikir kepada Allah dan bersholawat kepada Rasulullah. Selain itu majelis ini sebagai tempat menyebarkan dakwah Islamiyah dan kajian keislaman dibidang tauhid. Kendati demikian walaupun niatnya baik pasti tidak lepas dari orang-orang yang negatif thingking dan memfitnah majelis dzikir ini, menganggapnya sesat bahkan dianggap sebagai tempat pesugihan dengan alasan banyak jamaahnya yang ke sana kemudian menjadi kaya. Padahal ajaran dan kegiatan yang dilakukan kurang lebih sama dengan masyarakat pada umumnya.
Argumentasi Dogmatis Ritual Keagamaan
Berbicara soal ajaran dan kegiatan majelis dzikir ini adalah mengkaji tentang Al-Qur’an dan hadist, sedangkan kegiatan rutinnya adalah pengajian dan istighasah bersama yang dikemas dengan tahlil, sholawatan, tawajuh dan doa penutup. Kendati demikian masyarakat sekitan dan oknum ormas tertentu menganggap ajaran dan kegiatan tersebut telah melanggar norma agama, hal ini dilakukan tanpa adanya tabyyun dan musyawaran dengan pihak majelis dzikir tersebut. Sikap demikian merupakan intoleransi terhadap ajaran tertentu sehingga mengakibatkan fitnah, ujaran kebencian dan pencemaran nama baik dan ini telah melanggar Pasal 310 ayat 1 KUHP berbunyi “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana. Namun pengasuh Yayasan majelis dzikir nurut tauhid menganggap bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang wajar karena setiap apa yang kita lakukan pasti menuai kebencian dari orang-orang yang tidak menyukai dan begitu sebaliknya akan mendapatkan sanjungan dan pujian dari orang-orang yang mencintai atau menyukainya. Oleh sebab itu, Penting untuk mengenali dan mengatasi sikap intoleransi dalam masyarakat yang demikian demi menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, damai, dan adil. Melalui komunikasi dengan berbagai pihak terkait untuk memberikan penjelasan dan menciptakan kesadaran kepada masyarakat betapa meruginya sikap intoleransi tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik, kerugian ekonomi, siklus intoleransi, lingkungan tidak kondusif, kurangnya kerjasama dan pelanggaran HAM. Adapun cara lain yang dapat membantu mengurangi dampak negatif dari intoleransi yaitu dengan kolaborasi antara lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, institusi pendidikan, dan warga masyarakat untuk dapat memperkuat upaya mencegah sikap intoleransi secara bersama-sama.