Ditengah keragaman agama yang berada di kehidupan, penting bagi sekolah sebagai peran pendidik untuk mengajarakan ke generasi muda tentang moderasi beragama dan menanamkan sikap toleransi ditengah perbedaan yang ada. Sekolah adalah tempat yang ideal untuk mengaplikasikan sikap – sikap seperti ini karena pendidikan di sekolah mampu mempengaruhi pandangan siswa sebagai generasi muda terhadap perbedaan agama dan keberagaman.
Ketika penulis masih menjalani pendidikan di sekolah menengah, penulis di percayai untuk mewakili lomba LKS tingkat kabupaten pada tahun 2022 yang dilaksanakan di SMK Kristen Nusantara Kudus. SMK Kristen Nusantara Kudus adalah sekolah menegah kejuruan yang dimiliki oleh Yayasan Kristen akan tetapi hal yang menarik dari sekolah ini ialah mayoritas dari jumlah siswa dan pengajarnya beragama islam. Pada angkatan 2023 hanya memiliki siswa 6 orang yang memiliki agama Kristen. Oleh sebab itu penulis mengangkat judul ini dari pengalaman yang telah dialami penulis yang sesuai dengan mata kuliah moderasi beragama yang mana membahas tentang sikap tengah di dalam keberagaman agama. Pengalaman ini dapat menambah pengetahuan oleh pembaca dan hasil penulisan ini belum bisa penulis pastikan kebenarannya karena data yang penulis dapat hanya melalui interaksi penulis dengan warga di SMK Kristen Nusantara Kudus.
Pengalaman penulis dimulai ketika jam istirahat pelaksaan lomba pada jam 12.00 siang yang mana merupakan waktu dzuhur untuk melaksanakan sholat. Sebagai umat muslim penulis melaksanakan kewajiban beribadah, ketika penulis berada di mushola yang disediakan sekolah untuk melaksanakan ibadah sholat dzuhur penulis terpukau dengan penempatan lokasi ibadah umat muslim yang bersampingan dengan tempat ibadah umat nasrani.
Kedua tempat ibadah ini memang terlihat sempit dapat diperkirakan hanya mampu menampung 10 – 15 orang saja dan di mushola tidak ada pembatas antara jamaah laki – laki dengan wanita. Sepengetahuan penulis, penyebab tidak adanya pembatas di mushola antara laki – laki dan wanita karena mayoritas warga sekolahnya adalah laki – laki. Dari informasi yang penulis terima data siswi diangkatan 2023 hanya berjumlah 2 orang beragama Kristen.
Kedua kalinya penulis dibuat kagum dengan sikap siswa di SMK ini, ketika penulis hendak berwudhu terdapat siswa Nasrani yang tengah duduk didepan tempat ibadahnya memberi tahu peletakan sandal untuk wudhu dan mukena untuk ibadah dengan sikap yang terlihat ramah.
Pembelajaran agama di SMK Kristen Nusantara diadakan masing – masing memiliki waktu yang berbeda dan memiliki pengajar sesuai bidang agama yang diampu. Pendidikan agama Kristen dilaksanakan setiap hari Jum’at siang sekaligus siswa yang Nasrani melaksanakan persekutuan untuk beribadah setelah pembelajaran umum selesai di ruang rapat yang telah disediakan sekolah. Pembelajaran agama islam dilaksanakan seperti sekolah pada umumnya yang berlangsung disetiap kelas yang sudah di jadwalkan oleh pihak sekolah. Bagi siswa Nasrani yang satu kelas dengan umat muslim ketika pembelajaran pendidikan agama islam tetap berada dikelas namun hanya mendengarkan materi yang diajarkan, akan tetapi pengajar pengampu pendidikan agama islam di SMK ini juga memperhatikan bagi siswa Nasrani yang berada di kelasnya bahkan terkadang memberi peluang bagi Nasrani untuk memberikan pendapatnya sebagai sesama umat beragama.
Terdapat banyak masyarakat kita yang masih fanatisme terhadap agama, sikap fanatik ini sering kali menjadi penyebab dari pertikaian maupun konflik ditengah kehiduapan sosial. Mereka yang fanatik terhadap agama sering dianggap berlebih – lebihan dalam beragama, merasa agamanya lah yang paling baik dan benar. Ketika keyakinannya disinggung, mereka pasti tetap bertahan dan tak segan untuk melawannya. Dalam pemilihan pendidikan, sudut agamalah yang paling utama diperhatikan oleh masyarakat kita. Sekolah memiliki peran besar dalam mempengaruhi pola pikir maupun perilaku siswanya sehingga tak banyak orangtua yang memilihkan sekolah dengan latar belakang sesuai keyakinannya, secara tidak langsung mereka beranggapan keyakinannya adalah hal yang paling benar.
Problematik fanatisme terhadap agama masih banyak penulis temukan di lingkungan sosial sehingga penulis mengangkat topik ini guna dapat menggiring opini masyarakat bahwasannya yang mereka pikirkan buruk belum tentulah buruk. Sebagaimana yang penulis tulis terdapat sekolah yang memiliki pendidikan baik terhadap umat beragama. Lingkungan di SMK Kristen Nusantara ini terbilang amat baik mengenai toleransi antar umat beragama, selama penulis menjalani pendidikan sekolah menengah hingga saat ini tidak ada berita tentang diskriminasi antar umat beragama di SMK Kristen Nusantara. Informasi yang penulis terima memang benar di sekolah ini tidak pernah terjadi pertikaian antar umat beragama, faktor bisa terjadinya toleransi di sekolah ini karena sikap naluri yang dimiliki oleh para siswanya namun didukung dengan adanya peran pengajar dan kurikulum di sekolah yang memfalisitasi guna memahami dan menghargai perbedaan agama.
Pengalaman ini bisa disebut bentuk sikap moderat terhadap moderasi beragama. Sekolah memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk mengembangkan sikap moderat terhadap generasi muda. Moderasi beragama dapat membuat kehidupan yang harmonis dan damai di dalam perbedaan kayakinan. Moderasi beragama bukanlah pengorbanan terhadap keyakinan sepihak namun moderasi agama adalah jalan menuju pemahaman yang lebih mendalam mengenai diri sendiri dan orang lain.
Shovia Aryanti (Mahasiswi Aqidah dan Filsafat Islam)