Pertemanan adalah salah satu aspek penting dalam hidup kita yang memberi warna dan kebahagiaan. Saat kita menjalani perjalanan hidup ini, kita berinteraksi dengan berbagai orang yang memiliki latar belakang, keyakinan, dan pandangan yang berbeda. Salah satu bentuk persahabatan yang paling menarik dan memperkaya adalah pertemanan antara individu yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Teman yang berbeda agama membawa berbagai keunikan ke dalam persahabatan kita.
Cerita ini saya mulai waktu saya masih duduk di bangku sekolah menengah keatas. Pertemanan saya terdiri dari enam orang, salah satunya ada yang berbeda keyakinan agama dengan kita, dia adalah seorang umat budha atau non muslim. Dan mayoritas sekolah tersebut siswa – siswinya menganut agama islam tetapi ada juga beberapa yang non muslim seperti Kristen, Khatolik dan Budha, karena sekolah tersebut tidak berbasis islam atau yang biasa di anggap sekolah formal. Kami berenam berteman pada awal masuk sekolah atau masa pengenalan lingkungan sekolah.
Pada satu waktu saya dan teman muslim saya pernah berdiksusi dengan teman saya yang non muslim tentang kehidupan setelah kematian. Perbedaan konsep kehidupan setelah kematian antara umat budha dan umat islam mencakup pandangan yang sangat berbeda di mulai dari tentang akhirat dan reinkarnasi.
Bahwasannya kita tahu dalam ajaran agama islam kematian adalah peralihan kehidupan dari dunia fana atau tidak kekal ini ke kehidupan akhirat atau yang kekal. Dan umat islam percaya pada hari kiamat, dimana setiap individu akan di bangkitkan kembali untuk pertanggung jawaban terhadap perbuatan mereka selama hidup di dunia. Sedangkan menurut teman saya yang beragama budha, menurutnya dalam ajaran budhis kematian bukanlah akhir, melainkan hanya satu tahap dalam siklus kehidupan yang terus menerus. Dan seorang individu akan lahir kembali dalam bentuk lain, tergantung pada karma atau perbuatan baik atau buruknya mereka selama di kehidupan sebelumnya.
Dan inilah merupakan perbedaan mendasar dalam cara kedua agama tersebut memandang kehidupan setelah kematian. Dengan perbedaan itu pula kami mampu menghargai dan menghormati perbedaan antar dua ajaran agama. Modal sosial yang di gunakan dalam cerita saya tersebut adalah karakter masyarakat yang moderat dan toleran. Adapun untuk indicator moderasi beragamanya adalah toleransi agama.
Namun, seperti dalam setiap hubungan, pertemanan dengan seseorang yang berbeda agama juga dapat menimbulkan tantangan. Dan untuk solusinya kita dapat melakukan sebuah komunikasi terbuka dan saling pengertian, menghormati dan menghargai tentang banyak perbedaan yang ada. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pertemanan dengan seseorang yang berbeda agama tidak selalu harus berarti kita harus sepakat dalam segala hal.
Hal itu justru menjadi peluang untuk belajar dan tumbuh sebagai individu. Dalam banyak kasus, perbedaan agama tidak menghalangi pertemanan, tetapi justru menjadikannya lebih kuat karena kita belajar saling menghormati dan menerima perbedaan satu sama lain. Bagi saya, pertemanan dengan seseorang yang berbeda agama telah membantu saya untuk lebih memahami perspektif yang beragam dalam pandangan kehidupan. Ini adalah kesempatan untuk merasakan kekayaan keberagaman agama, memahami nilai-nilai toleransi, dan memperdalam hubungan manusiawi yang berbeda agama.
Bahwasanya meskipun kita mungkin memiliki keyakinan agama yang berbeda, nilai-nilai dasar seperti kasih sayang, empati, kejujuran, dan integritas bersifat universal. Pertemanan semacam ini membuktikan bahwa dalam keberagaman, kita bisa menemukan kedekatan.