Moh Muhtador
Hadirnya media sosial di tengah kehidupan beragama mempunyai sisi menarik, yaitu pada satu sisi media memberikan kemudahan bagi para pemeluk agama untuk belajar dan mengakses pengetahuan atas ajaran agama, tetapi media juga telah merubah lanskap otoritas keagamaan yang membingungkan, karena tersebarnya konten keislaman yang banyak.
Hadirnya paham keislaman di media sosial tidak lantas menggeser paham intolernasi berhenti, tetapi media menjadi media baru dalam menyebarkan ajaran keagamaan tertentu dari golongan tertentu. Menurut Yasir Alimi, Model keagamaan demikian biasa disebut dengan religion online yang berusaha untuk mengendalikan dan menyebarkan ajaran keagamaan yang sesuai dengan misinya.
Model keagamaan tersebut tidak hanya menyentuh satu organisasi keagamaan saja, tetapi hampir setiap organisasi kegamaan memiliki ruang media untuk menyebarkan ajarannya, seperti web majilismujahidin.com, suara muhammadiyah, Arrahmah.com maupun bebepa media lain yang mempunyai afiliasi organisasi keagamaan tertentu.
Beberapa media tersebut menggambarkan adanya kontestasi dalam menyebarkan dan menjelaskan ajaran keagamaan tertentu. Namun tersebarnya ajaran keagamaan di media tidak merubah pemahaman keagamaan masyarakat semakin membaik yang inklusif dan egaliter, sehingga butuh penguatan paradigma Islam Rahmah dalam menyebarkan dan meningkatkan konten-konten keagamaan, seperti moderasi beragama.
Perlunya Moderasi Beragama melalui Media
Isu moderasi beragama senter dikampanyekan oleh kalangan akademisi, terutama yang berada dinaungan Kementerian Agama, pasalnya gagasan ini muncul ketika polarisasi, klaim kebenaran dan intoleransi muncul sebagai fenomena keagamaan pada waktu Lukman Hakim Syaifuddin menjabat sebagai Menteri Agama. Moderasi Beragama biasa dimaknai sebagai cara pandang, sikap dan perilaku yang tengah-tengah diantara berbagai pilihan, selalu bertindak adil, tidak ekstrim dan berlebihan dalam beragama (moderasi Beragama hal. 17).
Pemaknaan tersebut mempunyai indikasi kuat untuk mengkampanyekan hidup inklusif dan egaliter atas perbedaan pemahaman ajaran agama, yang dimulai dari cara pandang. Pasalnya, munculnya konflik dan intoleran biasanya dimulai dari cara pandang seseorang pada orang lain yang berbeda. Dengan demikian, moderasi beragama pada dasarnya tidak hanya dimiliki-bahkan ditanggung-oleh akademisi kemenag, tetapi juga lapisan masyarakat, terutama religion online yang mempunyai wadah dalam mengkampanyekan sikap terbuka melalu media.
Salah satu pemaknaan kontekstual atas Moderasi beragama dan respon atas fenomena keagaman kontemporer ialah ungkapan Yaqut Cholil Qouma ketika seusai dilantik sebagai Menteri Agama yang menyampaikan bahwa “agama sebagai inspirasi bukan sebagai aspirasi”. Ungkapan ini mempunyai pesan dalam bagi masyarakat beragama untuk tidak menggunakan ajaran agama pada kepentingan tertentu atau politik tertentu, karena nilai agama mempunyai nilai luhur. Nilai-nilai luhur seperti saling menghormati, mengasihi, menyayangi dan bahkan mengajak pada kebaikan harus dengan cara hikmah (penuh kasih sayang) yang harus diadopsi oleh pengguna media sebagai bentuk disemenasi kebaikan atas sesama manusia.
Misi Luhur Islam
Pentingnya mendisemenasi misi luhur agama sebagai respon atas kepedulian kita pada ruang virtual dan literasi yang mendidik dan sehat. Selain itu, disemenasi misi luhur agama merupakan kesadaran dan tanggungjawab yang harus dimiliki dalam rangka menjaga ajaran agama dari bentuk eksploitatif, karena pada dasarnya Islam adalah agama moderat yang harus ditampilkan secara moderat.
Islam secara normatif menyebut diri sebagai agama rahmat lil alamin yang tidak terbatas pada umat tertentu dan golongan tertentu, sehingga penyebaran pesan keagamaan melalui media virtual menjadi penting menggunakan paradigma moderasi beragama sebagai refleksi atas misi luhur Islam. Beberapa media meanstream yang menggambarkan dan mengkampanyekan pesan luhur Islam rahmah ialah NU Online dan Suara Muhammadiyah. Kedua media tersebut merupakan gambaran utuh atas keIslaman yang berkembang di Indonesia yang mengajarkan tentang sifat inklusif, egaliter dan moderat. Realita ini menjadi momentum untuk mengenalkan wajah Islam Indoensia yang moderat dan inklusif di kancah internasional melalui ruang virtual. Selain itu, mengenalkan misi luhur Islam merupakan tanggungjawab setiap pemeluk agama padai dirinya sendiri dan orang lain dalam menyebarkan moderasi Islam, supaya tidak ada klaim kebenaran dan justifikasi kekerasan atas nama agama.